Jumat, 31 Januari 2014

The Spy Next Door (Chapter 1)



Title                 : The Spy Next Door
Title chapter    : Introduction
Author             : Kim Hyun Na a.k.a Fidya Amelia
Main cast         : Huang Zi Tao, Kim Hyun Na, Kim Jongin
Genre              : Action, Friendship, Romance
Length             : Chaptered
Disclaimer       : famelia28.blogspot.com

Chapter 1
“Huang Zi Tao.”, dia mengulurkan tangannya padaku.
Kubalas dengan uluran tanganku bersalaman, “Kim Hyun Na.”
            Sempat lenggang beberapa saat di antara kami karena tak tahu ingin berbicara apa. Kami saling melirik satu sama lain. Saat dia melirik ke arahku, aku berpura-pura tidak mengetahuinya. Begitupun sebaliknya. Hingga akhirnya kuputuskan untuk berbicara.
            “Ehmm…” kumulai percakapan dengan berhumming dan dia pun menanggapiku dengan menoleh kepadaku.
            “Kau berasal dari China?” aish! Aku bingeul ingin bertanya apa.
            “Ne.”, jawabnya singkat sontak membuatku kebingungan harus berbicara apa lagi.
            Kami berdiam lagi dan tak ada percakapan apapun diantara kita. Lucky ini hari pertama kelas 2, Taeyeon songsaengnim belum terlalu banyak memberikan materi. Yang ada dipikiranku sekarang adalah membuat anak ini berbicara. Karena kami sebangku. Di sela-sela pelajaran, akhirnya ada yang membuat kita mulai menggerakkan tubuh kami yang kaku seketika.
           
“Hai, Krystal Jung imnida!” menolehkan badannya ke arah Tao untuk berkenalan dengan berbisik  agar tidak terdengar oleh Taeyeon songsaengnim.
            “Tao imnida!” balasnya dengan senyum datar.
            “Yah, ada teman baru mengapa tidak mengenalkannya pada kami? Kau ingin menyimpannya sendiri?” ketusnya padaku.
            “Mwo? Ani! Ini ‘kan masih pelajaran.” aku bingung harus menjawab apa tapi memang ini masih jam pelajaran. Setelah mendengar jawabanku, ia membalikkan badannya kembali ke depan.
            Setelah Krystal, ada kejadian yang mengejutkan kami berdua. Tiba-tiba ada dua gadis di seberang bangku kami yang sedari tadi mengamati. Kurasa mereka ingin memanggil Tao yang ada di sebelahku. Mungkin mereka menyukainya. Wah, anak ini baru sebentar saja sudah ada yang ingin menaruh hati padanya. Dasar, yeoja genit. Anehnya, mereka berdua mengarah padaku dan dari pengamatanku, kurasa mereka mengisyaratkan padaku untuk bertukar bangkuku dengan salah satu dari mereka. Mwo? Apa-apaan ini? Sebegitunyakah mereka? Mereka ingin mengusirku? Aku bergidik dan menggelengkan kepalaku tanda tidak mau. Selain itu, ini masih pelajaran.
            Begitu ganti pelajaran pun mereka masih bernego denganku. Aku benar-benar risih melihat mereka berdua. Lalu aku bertanya pada Tao, “Bagaimana? Kau ingin duduk dengannya?”
            “Ani. Biarkan saja mereka!” wow kalimat yang lumayan panjang kudengar darinya.

*****

            Hari itu, langit terlihat muram. Sepertinya akan hujan. Terdengar dari kamar, seorang yeoja paruh baya memanggilku, “Hyun Na, angkat jemuran diatas sebelum hujan!” Eomma menyuruhku dan segera aku melaksanakan perintahnya.
            Baru setengah pakaian yang bisa kuambil, tapi gerimis sudah tidak sabar dan turun menitikkan tetesannya dan mulai membasahi pakaian yang sudah kering. Aku tergopoh-gopoh mengambil pakaian yang terbilang banyak, sekitar 10 setelan lagi. Oh, hujan jangan dulu! Hujan hujan pergilah datang lagi lain hari! Sambil mengambil pakaian, kulihat ada orang yang sedang mengamatiku.
            “Perlu bantuan?” ia menawarkan bantuannya padaku.
            Kutengok dia, tetangga baruku yang kebetulan ada di atap rumahnya.
            “Ta... Tao?” kulihat tak percaya. Ia tetanggaku? Mwo? Hujan seakan berhenti saat aku memanggil namanya.
            “Ani. Gwaenchana!” tambahku kembali mengambil lagi pakaian dan hujan seakan turun lagi dan lebih deras. Oh, aku benar-benar ingin bantuan. Jangan hanya menawariku, tapi cepat bantu aku! Aku beradu batin memanggil bantuan seakan aku menulis S.O.S.
            “Kau yakin?” ia memastikan.
            “Ne! Sudah selesai! Gomapta atas tawaran bantuannya!”, jawabku ketus dan segera aku turun tak menggubrisnya. Aku kembali ke kamarku. Aku masih tak percaya dia tetanggaku.
Tao POV
            “Baby, kau jangan pernah meniggalkanku, ya?”
            “Panda! Kau juga!”
            “Semuanya juga begitu!”
            “Baby, kau jaga mereka baik-baik, ne? Sekarang aku punya sekolah baru. Mungkin aku tak punya waktu banyak untuk kalian. Mianhae!”
            Siang itu sangat mendung. Sepertinya akan turun hujan. Langit begitu abu-abu. Sangat kelam. Kulihat dari jendela kamarku, ada yeoja yang sedang membereskan jemurannya. Sebentar, kurasa aku pernah melihatnya. Bukankah dia teman sebangkuku? Gerimis mulai datang. Dia masih disana berlomba-lomba dengan hujan. Kulangkahkan kakiku keluar dari kamar.
“Perlu bantuan?” aku menawarkan bantuan padanya. Kurang baik apa coba?
            Kutengok dia, tetangga baruku yang kebetulan ada di atap rumahnya.
            “Ta... Tao?” ia melihatku tak percaya.
            “Ani. Gwaenchana!” tambahnya kembali mengambil lagi pakaian dan hujan seakan turun lagi dan lebih deras.
            “Kau yakin?” aku memastikan.
            “Ne! Sudah selesai! Gomapta atas tawaran bantuannya!” jawabnya ketus padaku dan ia langsung pergi begitu saja. Aku tahu kau sangat membutuhkan bantuan. Dasar, yeoja aneh!
Hyun Na POV
            Dia masih duduk disebelahku. “Jadi, kau tetangga baruku?” tanyaku padanya.
            “Ne. Seperti yang kau lihat.”, jawabnya.
            “Master, kenalin dong! Namja disebelahmu itu!” tunjuk Ryu Ri pada Tao yang menghampiriku.
            “Ah, ne. Tao, kenalin ini temanku dari X-11. Dia Ryu Ri!” aku memperkenalkan Ryu Ri pada Tao.
            “Haaii... Tao!” kulihat ekspresi nae chingu satu ini yang tampak cacingan menyapa Tao.
            “Oh, haii Ryu Ri!” mwo? Mengapa dia membalasnya seperti itu juga? Aku jadi ilfeel melihat namja ini.
            “Yang ini Seul Gi dan itu Krystal.” kulanjutkan mngenalkan temanku yang ada disamping Ryu Ri.
            “Hai!” sapa Seul Gi.
            “Bangapta!” tambah Krystal tak mau kalah.
            “Master, ayo ke kantin!” ajak Ryu Ri kepadaku. Dia adalah temanku yang paling ekspresif.
            “Ani. Kau duluan saja! Kau ‘kan tahu aku jarang ke kantin.” tolakku padanya yang entah sepertinya jawabanku salah.
            “Ciyee, mau berduaan sama murid baru, ya? Wah, master sekarang gitu, ya?” ejeknya. Mwo?
            “Ah, iya. Kalian duduk di bangku paling belakang. Pojokan pula. Wah wah wah! Hati-hati master, nanti kesambet!” tambah Krystal.
            “Ani! Baiklah aku ikut kalian.” kalah telak aku diledek seperti itu.
            “Tak diajak juga itu?” sahut Seul Gi sambil mata dan alisnya mengarahkanku pada Tao.
            “Mwo? Huh! Tao, kau mau ikut ke kantin?” tanyaku pada Tao.
            “Ani. Aku disini saja.” jawabnya yang membuatku lega. Itu jawaban yang sangat benar. Sudah duduk saja disitu anak manis. Good boy! Hahaha.
            “Baiklah. Dia tidak mau. Kajja!” aku langsung menggandeng teman-temanku dan pergi menuju kantin.
Tao POV
            Aku duduk menyendiri di pojokan. Kulihat ada beberapa pria menghampiriku. Satu dua tiga… empat orang. Aku hanya bisa memandang langkahnya berjalan tanpa kutanggapi. Dan sampailah mereka tepat di hadapanku.
            “Hai, kau anak baru. Selamat datang di sekolah barumu ini! Semoga kau betah. Perkenalkan namaku Joonmyun tapi panggil saja Suho. Aku sudah nyaman dengan nama Suho. Bangapseumnida!” dia sepertinya tipe cowok yang sang peduli dan hangat.
            “Namaku Do Kyungsoo. Terkadang aku dipanggil D.O terserah kau ingin memanggilku apa. Bangapta!” kurasa dia tipe pemalu. Wuiz… matanya belok sekali. Jangan menatap orang sembarangan seperti itu! Hmm…
            “Sekarang giliranku! Perkenalkan aku Chanyeol. I’mma happy virus right here. Hahaha. Aku menyebarkan banyak virus disini. Hehe…” dia tipe orang yang suka akan keramaian.
            “Virus?” tanyaku memperjelas.
            “Virus untuk menyebarkan kebahagiaan pastinya. Dan ngomong-ngomong, kau suka musik apa? Mungkin saja kita memiliki kesamaan.” tambahnya bersemangat. Sepertinya dia belum selesai berbicara tapi ada seseorang di sebelahnya yang memotong.
            “Sudah sudah. Sekarang giliranku. Aku Kim Jongin atau Kai. Bangapta!” hanya itu yang ingin kau katakana? Kau sudah memotong pembicaraan temanmu sendiri. Dia tipe orang yang uhmm… (…LOADING LAMA…)
            “Ayo, ke kantin! Apa kau sudah mengenal seluruh isi sekolah ini? Jika belum kami bisa menjadi tour guide mu. Gratis! Hehem” tawar Suho padaku.
            “Iya. Ayo! Daripada kau duduk sendirian di pojokan.” ajak Chanyeol heboh.
            “Baiklah!” balasku.
            Aku berjalan menuju kantin dan setelah itu berkeliling menyusuri koridor dan mendengarkan setiap arahan Suho dan Chanyeol yang begitu brsemangat untuk mengenalkan sekolah ini padaku. Kyungsoo hanya diam dan mengikuti. Jongin, atau Kai? Enaknya panggil yang mana? Mungkin Jongin sajalah. Dia sepertinya asyik menebarkan pesona kulit tannya kepada setiap hembusan angin dan mungkin ia berharap akan ada yeoja yang mengerubunginya.
            “Jadi, bagaimana China? Apa semuanya baik-baik saja?” tanyanya yang membuatku mengernyitkan dahiku lalu melepas tangannya yang tadi merangkul pundakku.
            “Mwo?” tanyaku penasaran.
            “Tidak apa-apa. Hanya ingin tahu bagaimana keadaanmu disana? Dan alasanmu pindah kemari?” tanyanya dengan senyum yang tak kumengerti.

*****

Hyun Na POV
            Sekembalinya aku dari kantin, kulihat Tao sudah bersama namja lain. Yah, wajarlah! Berarti dia sudah punya teman lain. Baguslah, ada kemajuan! Dua yeoja yang kemarin genit pada Tao terlihat menuju ke arahku. Mereka masih mau bernego lagi? Aish! Kubilang, “Itu terserah dia. Jangan tanya padaku lagi! Tanyakan saja padanya!” Jawabku berulangkali dengan kesal.
            “Mengapa kau dipanggil master?” tanyanya setelah aku duduk kembali di bangkuku.
            “Nan molla. Saat kelas X, aku mendapat peringkat I. Sebelum itu sih, saat hari-hari pertama masuk SMA. Aku lumayan bisa menjawab banyak pertanyaan dari guru. Lalu temanku Baekhyun yang duduk di depan bangkuku langsung menjulukiku seperti itu. Aku juga heran, master itu kan untuk pria. Seharusnya mistress. Aku ingin membenarkan. Kurasa yang lain sudah terbiasa memanggilku master. Ya, karena ulah Baekhyun.” jelasku padanya.
            “Mwo? Berarti kau ini orang yang sangat pintar?” tanyanya seakan tak memercayayiku.
            “Aku tak pernah bilang begitu. Sepertinya itu hanyalah suatu keberuntungan.” jawabku tapi kulihat dia mengernyitkan dahinya seakan tak percaya. Ne, ara! Dari penampilanku seperti kebalikannya ‘kan? Begitu maksudmu? Kutunggu jawaban darinya. Tapi dia tak menanyakannya. Kulihat tampangnya yang heran berkepanjangan padaku dan menatapku aneh.
            “Mwo? Mengapa kau menatapku seperti itu? Apa ada yang salah denganku?” kubalas tatapannya agar ia menghentikannya.
            “Aniyo.”, dan ia langsung membalikkan badannya 90 mengarah ke papan tulis.
            “Lalu bagaimana denganmu? Sebagai tetangga dan temanmu tak salah ‘kan bila aku ingin tahu seperti apa dirimu?” tanyaku ingin tahu.
            “Seperti apa? Ya seperti ini!” meregangkan kedua tangannya dan menunjukkan tubuhnya.
            “Yah, appo! Bukan itu maksudku. Tapi seperti apa kau itu? Latar belakangmu itu bagaimana? Sewaktu di China itu kau bagaimana?” tanyaku panjang lebar.
            “Yah, aku ya seperti ini. Just Tao! Seperti lelaki lainnya.” jawabnya yang tak kumengerti. Ish, dasar namja! Susah, ya kalau ngobrol sama namja. Aku sangat tak berpengalaman mengajak namja dalam obrolanku. Bukan keahlianku. Tapi sampai kapan aku seperti itu? Pantas saja tak ada namja yang mendekatiku. Apa aku tidak menarik? Apa karena ada embel-embel master? Urggh! Hyun Na, hwaiting!
            “Oh, ya! Kau kenal namja bernama Jongin didepan itu?” tunjuknya pada namja yang duduk di bangku paling tengah depan.
            “Ah, belum. Wae?” tanyaku balik.
            “Ani. Aku hanya ingin tahu apakah dia baik bila kau kenal dengannya. Dia tadi mengenalkan dirinya padaku.” terangnya padaku.
            “’Kan kau yang kenal! Aku mana tahu. Tapi semua murid memang baik bila kau menganggapnya baik.” jawabku tak mengerti akan penasarannnya pada Jongin. Memangnya ada apa? Kau ingin mengajaknya berkelahi? Sempat terlintas di otakku hal tersebut. Nguuiiingg! Boom!
            “Ah, ne aku lupa. Tadi yeoja disebelah menanyakan padaku. Apa kamu mau duduk dengannya disitu bersamanya?” ejaku per kata padanya.
            “Na? Dengan mereka?” tanyanya balik.
            “Salah satu dari mereka maksudnya.” tambahku.
            “Arasso. Kasihan mereka! Tapi tunggu sampai mereka sendiri yang memintanya padaku!”, jawabnya pasrah. Tapi kenapa kasihan?
            “Ah, ne.”, jawabku menurutinya.
            Setelah ada percakapan itu, dua yeoja tersebut menghampiri kami. Benar saja! Panjang umur mereka! Mereka menanyakannya langsung pada Tao dan akhirnya aku duduk bersama temannya di bangku mereka. Dia yang tidak duduk bersama Tao bernama Irene. Dan temannya yang genit itu bernama Yoon Hee. Cantik memang!

*****

            Hari berikutnya aku duduk lagi bersama Tao. Entah mengapa sepertinya Yoon Hee bosan. Eh, tapi jangan salah. Mereka ternyata lebih akrab. Cepat sekali! Ckck! Di kelas 2 ini entah mengapa terlihat pasif. Aku tak menampakkan kharismaku sebagai master X-11. Bahkan dua hari lalu tak ada jawabanku yang benar sehingga teman-temanku yang bukan dari X-11 meledekku keras, sangat keras sekali. Aku dibuat malu oleh ledekannya. Tapi aku harus sabar. Kuakui sepertinya di penjurusan ini, teman-temanku di kelas ini terbilang pintar-pintar semua. Tak salah aku dibuat kagok oleh mereka semua. Mereka hebat. Benar-benar anak IPA! Tapi aku? Mengapa aku tampak salah jurusan? Bukankah ini memang pilihanku berada di IPA? Sabar, Hyun Na! Hwaiting! Mazeltov, Hyun Na!
            Akhirnya jam pelajaran wali kelasku tiba. Namanya Miss Tiffany. Beliau mengajar Bahasa Inggris. Entah mengapa dipanggil miss, sepertinya beliau belum menikah. Di kesempatan itu, Miss Tiffany selaku wali kelas menyempatkan waktu jam pelajaran untuk mengadakan pemilihan ketua kelas dan seperangkatnya.
            “Suho, saja Miss! Dia dulu jadi ketua kelas!” namja tersebut menunjuk Suho dengan bersemangat.
            “Jangan, Miss! Victoria saja!” teriak yeoja yang mempromosikan teman sebangkunya.
            Akhirnya diadakan voting dari semua kandidat yang diajukan. Terpilihlah Suho sebagai ketua kelas dan Victoria sebagai wakilnya. Setelah selesai pembagian perangkat kelas, Miss Tiffany membagi kelompok dengan berhitung 1 sampai 10. Aku mendapat angka 5 dan membuatku satu kelompok dengan Jongin orang yang dimaksud Tao. Kurasa dia baik-baik saja. Sangat baik. Sangat pandai bergaul dia.
            Ada materi critics and suggestions. Miss Tiffany memberi tugas kelompok untuk mengkritik dan mengsugesti seseorang. Dan orang itu adalah Suho, ketua kelas baru kami. Dan di kelompokku yang pernah sekelas dengannya adalah Jongin. Dia sangat bersemangat dan langsung memberikan arahan pada kelompok ini. Tapi sayangnya ia tak seberapa lancar berbahasa inggris dan spontan Ryu Ri yang sekelompok denganku mengarahkan telunjuknya padaku. Semua mata mereka langsung tertuju padaku. Dan akulah yang menjadi juru bicara mereka. Aku yang menerjemahkan semua yang ingin disampaikan kelompokku.
            Giliran kelompokku. Aku langsung berdiri. Aku merasa canggung harus mengatakannya. Tapi temen-temanku menyemangatinya. Aku belum kenal Suho, bagaimana bisa aku mengatakannya? Jongin menatapku agar segera menyampaikan pesannya. Kulihat evil smile terpasang di raut wajahnya.
            “As think as our group, we think that Suho are too soft, undicipline and unwise. Our suggestion for Suho are you have to be wiser, more discipline and faster to do anything. Thank you!” kulihat dari seberang Suho menatapku penuh dendam. Aku menyilangkan kedua tanganku membentuk huruf X untuk memberitahunya bahwa itu bukan dariku. Aku menunjuk Jongin agar dia mengerti bahwa Jongin yang menyuruhku. Akhirnya aku, Suho dan Jongin beradu aegyo dendam yang menurutku itu lucu. Suho tampak mengancamku dengan mengepalkan tangannya dan mengarahkan padaku. Mwo? Ani! Jongin yang melakukannya. Lalu Suho berbalik pada Jongin berniat memberikan tinjunya pada Jongin. Dan Jongin memberikan granatnya pada Suho. Nguuuiiiinnnnnngggg! Boooommm!
            Miss Tiffany hanya meringis melihat tingkah kami. Akhirnya beliau meyudahi. Jongin sangat jahil. Dan gantilah pelajaran selanjutnya yang kami tunggu-tunggu, yaitu Bahasa Jerman. Wow! Tampak dari kami semua tak sabar. Begitu songsaengnim datang kami semua memberi sambutan penuh antusias tanda kami siap belajar. Beliau adalah Frau Riri. Harus ada namanya. Kalau frau saja, songsaengnim bisa marah. Karena jika hanya frau, itu artinya pembantu. Pantas saja!
            “Disini siapa yang sudah pernah belajar Bahasa Jerman?” tanya Frau Riri antusias.
            Kulihat dari sebelahku, Tao mengacungkan tangan begitu antusias. Kutatap dia. Ada apa dengannya? Ekspresinya? Tampak cantik sekali seperti anak gadis yang begitu antusias mendapatkan sesuatu. Apa aku tidak salah lihat? Wajah seram datarnya itu mana?
            “Kau bisa memperkenalkan  dirimu dengan Bahasa Jerman?” tanya Frau Riri lagi antusias.
            Semua mata mengarah pada Tao ingin tahu seberapa besar ia fasih berbahasa jerman. Dan semua makhluk di kelas tersebut dibuat beku tak berkutik saat ia berbicara. Seakan waktu berhenti sejeank untuknya. Semua yang ada di kelas dibuatnya takhluk padanya dan hanya mengarah padanya.
            “Guten morgen! Mein Name ist Huang Zi Tao. Ich bin siebzehn Jahre alt. Ich komme aus China. Aufwiedersehen!” lalu ia duduk kembali dan waktu kembali berdetik. Wow!
            “Memang apa artinya?” bisikku padanya.
            “Selamat pagi! Namaku Huang Zi Tao. Aku berumur 17 tahun. Aku berasal dari Cina. Salam kenal!” terjemahnya dengan antusias sontak membuatku terpana melihat kelakuannya yang begitu menggemaskan.
            “Ne, bangapta!” balasku terpesona melihat tingkahnya. Haduh, cantik banget! Bukan salah Yoon Hee dan Irene kalau mereka kecentilan. Mengapa aku baru tahu betapa berkharismanya namja disampingku ini.
            “Yah, mengapa kau melihatku seperti itu? Apa kau terpesona denganku?” cetusnya yang membuyarkan lamunanku.
            “Mwo? Ani! Dari mana kau pelajari itu?” tanyaku agar tidak ketahuan. Tapi kurasa dia sudah tahu.
            “Saat aku di Cina. Ada mata pelajaran itu juga saat aku kelas 1 SMA. Dan sekarang aku akan mengulanginya dari awal lagi disini. Hupft!” jawabnya kesal.

*****

            Sudah berhari-hari kurasakan penurunan pada prestasiku. Tampak sangat jelas sekali. Justru kulihat Tao yang menampakkan semua keahliannya. Tapi aku senang menjadi tetangganya sekaligus teman sebangkunya. Dan aku tahu kamarnya ada di atas tepatnya loteng rumahnya. Lucky, loteng rumahku hanya untuk jemuran. Jadi dia tak tahu dimana kamarku. Lagipula memang jangan sampai dia tahu.
            Setiap siang atau sore biasanya aku celingukan di atap rumah. Dengan alasan mengambil jemuran atau mencari udara segar. Mungkin dia tahu kedatanganku. Bisa jadi dia sembunyi di kamarnya. Dan suatu hari pula, tak sengaja kudengar dia dari kamar berbicara dengan seseorang dan seseorang itu bukan eomma, appa, atau Ma Zi Han saenginya. Dan kudengar lagi tak ada yang menjawabnya. Mungkin dia sedang menelepon.
            “Baby, aku merindukan dirimu.” Dia sudah punya pacar?
            “Bagaimana kabarmu? Baik-baik saja ‘kan? Lama sekali kita tak berjumpa. Aku ingin memelukmu sekali lagi. Muach!”
Mwoya? Dia? Sudah… ada… yang… punya? Entah mengapa rasanya tak karuan. Aku penasaran siapa dia. Mengapa aku jadi begini?

>>> To Be Continued <<<

2 komentar:

  1. I imagine if there is a boy as like Tao in our campuz.... It's very nice to us everyday........

    BalasHapus