Kamis, 06 Februari 2014

The Spy Next Door (Chapter 3)


Title                 : The Spy Next Door
Title chapter    : Mission Target
Author             : Kim Hyun Na a.k.a Fidya Amelia
Main cast         : Huang Zi Tao, Kim Hyun Na, Kim Jongin, EXO Member, Kim Hyun Jie
Genre              : Action, Friendship, Romance, Fantasy
Length             : Chaptered
Disclaimer       : famelia28.blogspot.com

746589O991579N9175D908251A19109-T9571-A97386P61086110011111116A865101                      Put the password below:
            _ _ _ _ _ _ _ _

Chapter 3


            Apa yang akan kuketik? Apa tak apa bila aku melakukannya? Apa aku menunggu saja? Sudah setengah jam mereka tak muncul. Dan hari mulai petang. Aku mau pulang. Jika aku menunggu mereka...
Tapi aku penasaran dengan komputer ini. Sebentar kurasa aku tahu. Bukankah itu seperti anagram? Pertama, hilangkan semua angka. Kedua, fokuskan pada semua huruf yang ada. Dan sepertinya cocok dengan jumlah huruf yang harus kumasukkan. Ada _1 _2 _3 _4 _5 _6 _7 _8 huruf. Dan benar saja, huruf yang ada di 746589O991579N9175D908251A19109-T9571-A97386P61086110011111116A865101 adalah 8 huruf yaitu ON DATA PA. Harus dicak dulu nih. Ketiga, masukkan!
TAO PANDA
ACCESS GRANTED!
Yah, correct! Hahaha i got it! Kurasa aku akan mendaftar menjadi bagian dari CIA atau FBI. Huahaha! Wow! Tao Panda. Kurasa password itu terlalu mudah. Tapi terkadang aku juga penasaran dengan kata Panda. Apa hubungannya dengan hidupmu? Tak mungkin jika hanya karena mirip dengan lingkar matamu.
Tapi sudahlah. Aku sudah berhasil membuka akses komputermu. Sekarang apa lagi? Baru saja muncul desktop, mengapa tiba-tiba muncul ini? Apa lagi ini? SMTOWN Concert? Wah, kali ini aku benar-benar dikejutkan olehmu. Apa kau fanboy? Huwaa! SMTOWN! Download? Mwo? Mengapa tiba-tiba muncul perintah download? Apa harus aku download? XOXO? Maksudnya apa ini? Kiss hug kiss hug? Ah, download sajalah! SMTOWN ‘kan pasti bagus semua. Ini seperti tiket untukku masuk kesana. Apa benar?
0  %     Downloading...
25%     Downloading...
50%     Downloading...
75%     Downloading...
100%   DOWNLOAD COMPLETE
Yaey! Berhasil berhasil hore! Nanti saja aku dengarkan. Yang penting sudah aku simpan di USB. Yah, apa tindakanku benar? Yang pasti salah. Maafkan aku! Baiklah, sebelum mereka mempergokiku menggunakan komputer ini, aku harus segera menyelesaikan tugasku. Jadi, tak apalah Tao tak mengerjakannya. Agar semua beres dan aku bisa segera pulang.
5.50 PM KST
“Kau sudah pulang?”, tanyaku pada namja yang raut wajahnya terlihat lelah.
“Yah! Gara-gara kau, aku harus mengganti banku. Dan itu luar dalam. Keduanya pula. Dan yang paling tak kusenangi, banku berubah menjadi ban biasa dan tak berukir Panda lagi!”, kesalnya padaku dengan nada agak meninggi.
“Mianhae!”, aku terbelalak mendengarnya dan hanya itu yang bisa kulakukan.
“Sudahlah. Jadi, bagaimana tugasnya?”, ia menyudahi dengan mengganti topik.
“Sudah semua. Dan karena sudah hampir petang, aku pulang saja. Biar aku cetak di rumah saja. Arasso! Aku pulang.”, akhirnya aku pulang ke sebelah rumahnya dan ia hanya melihatku berlalu.

*****

Normal POV
            “Hyung!”, panggil seorang namja kepada namja yang lebih tua darinya.
            “Mwo?”, balasnya menghampiri namja yang sedang mengoperasikan komputer.
      “Sepertinya ada yang sudah mendownload file ini sebelum kita.”, jelasnya dengan wajah khawatir.
            “Lalu?”, tanyanya datar.
            “Yah, hyung! Kita tak bisa mendownloadnya.”, dengan wajah lebih khawatir lagi.
        “Itu urusanmu. Tak tahu betapa tersiksanya aku di penjara sebelum kau bebaskan? Dan kau ingin aku melakukan apa?”, tanyanya kesal.
         “Hyung, kau ini tak sabaran. Kau hanya di penjara trainee selama 4 menit. Kau tahu empat menit!”, sambil mengulangi.
            “Empat menit yang tersiksa. Dan itu telah merusak reputasiku.”, balasnya.
      “Tenanglah, hyung! Tak akan ada orang yang bisa merusak reputasi kita selama aku bisa berteleportasi.”, jelasnya menerangkan.
            “Ne. Arasso. Lalu bagaimana?”, tanyanya ingin membantu.
            “Kita harus mengambil file itu. Dan kurasa aku tahu siapa orangnya.”, senyum evil terpancar di raut wajahnya begitu mendapatkan sinyal orang yang kiranya mengunduh file tersebut.

*****

Tao POV
            “Kemarin kamu tidak masuk ke kamarku sama sekali?”, tanyaku penasaran.
          “Tidak. Untuk apa? Kau pikir aku cewek apaan masuk kamar cowok sembarangan?”, jawabnya menyolot.
            “Hey, tenanglah! Aku bertanya baik-baik mengapa kau jawabnya begitu. Lagipula aku sudah memberikan izin padamu. Lalu kamu mengerjakan tugasnya dengan apa?”, tanyaku ingin tahu.
            “Ehm... dengan ponselku.”, jawabnya terlihat ragu.
“Mengapa dengan ponsel? Sudah difasilitasi mengapa tak digunakan?”, tanyaku lebih rinci.
         “Tetap saja. Itu rumahmu. Dan itu barang-barangmu. Aku tak berani menyentuhnya.”, jawabnya yang membuatku curiga.
            “Kau yakin?”, kusipitkan mataku menghadapnya.
            “Ne.”, jawabnya yang membuatku semakin curiga lagi.
“Ayo, pulang!”, ajakku pada yeoja yang duduk di sebelahku.
            “Ani. Hari ini kamu pulang saja duluan. Aku akan menemui teman lamaku di Lotte. Kau tidak apa-apa, kan?”, mengapa dia mendadak begini.
         “Yah, kau pikir aku tukang ojek yang bisa kau suruh-suruh seenaknya? Aku mengantarmu bukan karena maksud lain. Tapi hanya karena eomma. Bisakah kau menghargai itu?”, biarkan saja dia kumarahi. Aku sedang tak ingin diganggu. Moodku tiba-tiba turun.
            “Geudae, aku sudah ada janji dengan temanku.”, jawabnya.
           “Geurae. Aku duluan kalau begitu. Aku sudah di telpon eomma untuk mengantarnya ke rumah temannya.”
       “Tapi, tak apa. Setidaknya aku bisa melajukan kendaraanku lebih cepat saat tak memboncengmu. Jadi, aku bisa segera sampai di rumah.”, tambahku.
            “Ne. Gomawo!”, tambahku lagi.
       “Ne.”, dia hanya menganggukkan kepala. Aku segera sampai di rumah dan mengantarkan eomma.
Hyun Na POV
           Aku sangat bersemangat sekali. Aku tak sabar ingin menemui teman SMP ku sepulang sekolah. Aku ingin menunjukkan padanya sesuatu. Aku selalu berbagi dengannya. Apa saja. Eh, tentu hal-hal yang bisa diberikan sebagai teman. Tepatnya sahabat. Oh, khusus dia. Dia adalah twinnieku. Tak kembar memang. Tapi kami menobatkan diri kami sebagai twinnie.
        “Twinnie!”, aku memanggil seseorang yang berjalan menyusuri gerbang Lotte. Ya, kami bertemu di Lotte Department Store depan sekolahku. (Di kehidupan asli, depan SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo memang ada Lotte, Giant, Maspion, dll. Papan reklame Lotte terpampang tampak di atas atap sekolah saat kalian masuk ke sekolah itu. Oops! Kok’ jadi promosi. Ok, skip! Mian!).
            “Hyun Na!”, ia langsung berlari menghampiriku begitu tahu keberadaanku.
         “Hyun Jie!”, kuturuti langkahnya menghampiriku. Kami seakan tak berjumpa untuk waktu yang sangat lama sekali. Nama kami hampir sama ‘kan? Itulah sehingga tak ada alasan lagi bagi kami menjadi twinnie. Dan kami berpelukan. ‘Ucapkan halo ao!’.
         “Kau sudah menunggu lama disini?”, tanyanya sambil kami berjalan menuju food court, tempat kami biasa nongkrong.
           “Ne. Tepatnya disini. Dan itu waktu yang sangat lama untuk kita.”, sambil kutunjukkan bagian dada kiri dengan telunjukku.
            “Mwo? Lebay kau! Lalu ada apa?”, langsung ke topik pembicaraan.
            “Anda penasaran? Sama saya juga.”, sambil cengar-cengir.
            Kubuka hasil unduhan kemarin. Dan kami bersiap dengan sangat antusias. SMTOWN, kami datang! Woohoo!
            She's my black pearl
            (Ada yang aneh)
She's my black pearl
(Muncul sesuatu yang berwarna merah gelap dari ponselku dan melayang di hadapan kami. Sesuatu tadi melekat dan semakin pekat hingga membatu.)
Jidoneun pillyo eobseo nae mami neol garikyeo
Gal giri heomnanhaedo ijjeumeseo geureoken motanda
Han sido tteoreojyeo ijeobon jeogi eomneunde
Jeo meolli supyeongseon kkeute neoui moseubeul bol su itdamyeon
(“Cantik!”, bisik Hyun Jie.
Aku membalas, “Sangat!”.
Kami terhenyak dengan lagu yang tak kami kenal. Kami terlalu terpesona dengan batu yang melayang di hadapan kami.)
Nan docheul ollyeo kkeutkkaji barame nal sitgo oh
Geochireojin sumyeonui yodongeul j
aewo

Eodum soge pin kkot, bada wie tteun dal
Bimil gateun geu got, my beautiful black pearl
Eodum soge pin kkot, bada wie tteun dal
Bimil gateun geu got, my beautiful black pearl

Sungan heart attack i siganui kkeut
Nal apdohaneun sesang gajang hwangholhan neukkimui heart attack
I sumi meojeodo joheul mankeum neon gakkawo
(Lagu tersebut berubah nada. Dan liriknya terasa menggebu. Kami masih terkesima dengan semuanya. Dan hal aneh terjadi. Batu tersebut membagi menjadi dua bagian sama. Batu merah menyerupai krystal tersebut masing-masing mengarah pada kami. Satu untukku dan satu untuk Hyun Jie. Dan secara bersamaan batu tersebut terserap ke tubuh kami. Seketika jantung kami berdetak begitu cepat. Kami tak tahu apa yang akan terjadi. Rasanya semakin menyiksa. Kami ingin berteriak meminta tolong tapi pita suara kami tak bisa mengeluarkan sepatah suara apapun. Kami berjuang sekuat tenaga. Tangan kami saling menggenggam satu sama lain.)
Heart attack gidarimui kkeut
Teojil geot gatdeon nae simjangeul joyonghi umkyeojwin goyoham
I su
mi meojeodo joheul mankeum pyeonghwarowo jigeum
(Rasanya ingin pingsan. Kami berharap ada yang menolong kami. Tapi kami lihat tak ada seorangpun disana. Kemana semua orang saat dibutuhkan? Apa yang harus kami lakukan? Sampai kapan akan terus begini? Rasanya tak kuat lagi menahannya. Sakit! Sakit sekali!)
Sinsa sungnyeo yeoreobun
(Begitu ganti lirik dan nada. Serasa ada yang menarik jiwa kami. Dan secara bersamaan kami tersadar kembali. Rasa sakit di dada ini sudah hilang. Tapi kami masih terlalu lemas. Kami terduduk sambil mendengarkan lagu tersebut. Tak terpikir oleh kami untuk mematikan musik tersebut. Rasanya terlalu lemas untuk mengangkat raga ini.)
Tiket deulgo wannayo yeogiro yeogiro jureul seobwayo
Geokjeong marayo yeogi pyeonhi anjayo jakku sigyen wae bwayo kkeutkkaji bwayo ja!

Jigeumbuteo lose control noraega deullimyeon chumchwo
Pokbalhal geot gateun neoui eneoji naneun meomchul suga eobseo

Oraetdongan sumgyeowasseotdeon soge inneun yasureul pulgo
Cheonbangjichuk ai gateun nan jeoldae gildeuril su eobseo

Mudae wiro jomyeongi nareul bichumyeon
Nareul boneun saram modu ppajyeo
Mudae wiro jomyeongi nareul bichumyeon
Nunbit hanakkaji nochijima

Sumgyeodul su eomneun bonneung you know i’m gonna let out the beast!
Neodo neukkijanha you know you wanna let out the beast!
Sijakhanda show time. Let out the beast!
Keuge sorichyeobwa let out the beast!
Ije moduda let out the beast! (x3)

Museowo malgo let out the beast!
Jasineul gatgo let out the beast!
Umjigyeo let out the beast! (
x3)
Museowo malgo let out the beast!
Jasineul gatgo let out the beast!
Sorichyeo let out the beast! (
x3)
(Apa maksud ini semua? Mengapa kami tak mampu menghentikan musik ini? Musik tersebut seakan menunutun kami untuk melakukan sesuatu sesuai perintah dari lirik tersebut. Tapi untuk apa?)
Geochireojin sumyeonui yodongeul jaewo (x3)
She’s my black pearl oh- she is my black pearl
Nan haneure tteun taeyanggwa daseot gaeui daeyang oh
Challanhage bitnaneun geunyeoreul hyanghae
(Datanglah sebuah energi positif yang terbagi dua sama seperti saat batu tersebut membelah lalu masuk ke dalam tubuh kami. Sesaat setelah itu, kami merasakan yakin dan ada kekuatan lebih untuk kami. Seperti sugesti. Kami menjadi lebih baik sekarang.)
Jiteun angae soge nopeun pado wie heuritage bichin my beautiful black pearl
(Ho~ Oh~ my beautiful black pearl yeah)
Gipeun chimmuk soge seulpeun seonyul wie huimihage deullin my beautiful black pearl
(Ho~ hey she
s my beautiful beautiful black pearl)
         Selesai mendengarkan, tiba-tiba ada yang aneh. Ponselku seketika keluar asap. Asap itu semakin banyak. Tiba-tiba terdengar suara ledakan kecil dari ponselku. Boom! Klek! Kepulan asap yang banyak sempat menghalangi pandangan kami berdua. Hingga asap tersebut mengabur dan hilang. Dan...
            “Uhuk.. uhuk..”, kami terbatuk.
       “Ahh! Ponselku! Hey, jangan rusak! Lalu aku pakai apa? Hey! Hey, hey, hey, hey! Omo! Eotteokke? Hyun Jie! Ah ah ah!”, aku kalut seketika begitu tahu ponselku langsung rusak. Aku merengek di hadapan Hyun Jie. Aku tak mempedulikan orang di sekitar kami yang melihatku merengek. Kulihat twinnieku hanya bisa melongo. Omo!
            “Hyaa! Eotteokke? Twinnie! Ponselku!”, teriakku menyadarkan lamunannya.
            “Hya! Nan molla. Bukan salahku, ne?”, sambil cengar-cengir kebingungan.
            “Sepertinya aku terkena karma.”, celetukku.
            “Mwo? Dan batu itu? Dan semuanya tadi?”, ia dengan sigap langsung menginterogasiku.
       “Aku mengunduh itu dari komputer Tao, temanku. Eommanya menyuruhku menggunakan komputer itu. Padahal Tao menyuruhku menggunakan laptopnya tapi itu ada di kamar. Jadi, aku menuruti eommanya. Terlebih, komputernya telah kubobol. Kurasa juga Tao belum mengetahui ini semua. Huhu..”, rengekku lagi pada twinnie.
           “Hyun Na, kau tahu betapa benar-benar sakitnya tadi? Aku heran mengapa saat kau memutar itu, tak ada yang menolong kita. Bahkan tak seorang pun ada di sekitar sini tadi.”, ia beranjak dari tempat duduknya dan memarahiku.
           “Hupft! Sudah aku pulang saja. Tiba-tiba aku merasa tidak enak badan. Jaga dirimu baik-baik! Aku duluan!”, sambil berbicara ia memalingkan wajahnya dan tak melihatku.
            “Hyun Jie! Mianhae!”, aku menyesal.
            “Sudahlah!”, lalu ia pergi meninggalkanku sendirian.
     Aku hanya bisa melihatnya pergi. Ada apa dengan ini semua? Mengapa aku begitu membahayakan twinnieku sendiri? Aku berjalan menyeberangi jalan raya tak berdaya. Sesekali kudapati klakson mobil yang menderu dan supir tersebut sambil memarahiku. Aku masih berjalan sempoyongan sampai di halte bus. Aku menduduki bangku halte tersebut menunggu bus yang akan mengantarku pulang. Aku terduduk lesu mendapati hal seperti tadi. Pikiranku tak bisa fokus. Aku bahkan tak bisa fokus dengan bus yang datang. Sudah dua bus meninggalkanku. Dan lagi aku masih tak berdaya untuk memanggil dan mengejar bus tersebut.
            “Hyun Na!”, aku mendongakkan kepalaku dan melihat siapa yang memanggilku.
            “Kai!”, tambahku membalasnya.
            “Kau tidak pulang bersama Tao?”, tanyanya.
         “Ani. Aku menyuruhnya duluan karena aku menemui temanku di Lotte.”, terangku berusaha untuk tidak tampak lesu.
         “Neo gwaenchana?”, tanyanya yang sepertinya usahaku menyembunyikan rasa lesuku ketahuan olehnya.
            “Ne. Nan gwaenchana. Lalu mengapa kau baru pulang?”, jawabku mengalihkan perhatiannya.
            “Ah, baru saja aku mengerjakan tugas bahasa Jerman.”
            “Lalu mengapa kau tidak pulang?”, tambahnya.
            “Ne. Aku menunggu bus dan sudah dua bus kulewati. Entahlah!”, jawabku memelas.
            “Bagaimana jika kuantarkan?”, bagus sekali ia menawarkan hal itu. Aku benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi bila aku ketinggalan bus lagi demi gengsi.
            “Arasso!”, jawabku.
            Sesampainya dirumah...
        “Jadi, yang mana rumah Tao?”, sambil menunujuk rumah tetangga yang ada di sebelahku dengan kedua telunjuknya bergantian.
            “Sebelah kanan.”, sambil ku arahkan telunjukku menunjukkan rumah Tao.
            “Oh...”, dia ber-oh ria mengerti.
            “Kamu mau main ke rumahnya?”, tanyaku.
        “Entah kapan. Dimana kamarnya? Apa di atas?”, sambil ia meneropong rumah Tao dengan celingukan memandanginya.
            “Kamar? Iya, ada di atas. Mengapa tanya kamar?”, tanyaku ingin tahu.
            “Ani. Tidak apa-apa.”, jawabnya singkat.
            “Ya, sudah. Gomawo! Kau tidak pulang? Atau mau main ke rumah Tao?”, tanyaku.
            “Ani. Aku hanya ingin memastikanmu sampai kau masuk ke dalam rumah. Lalu aku akan pulang.”, dengan diakhiri senyum. Ramah sekali dia.
      “Yah! Ne. Arasso! Aku duluan ne?”, dan kulambaikan tanganku padanya serta kubalas senyumnya. Dan aku masuk ke dalam rumah.
Kai POV
            “Ani. Aku hanya ingin memastikanmu sampai kau masuk ke dalam rumah. Lalu aku akan pulang.”, kuberikan semyum meyakinkannya
        “Yah! Ne. Arasso! Aku duluan ne?”, dan dilambaikan tangannya padaku serta ia balas senyumku. Dan dia masuk ke dalam rumah.

*****

“Jadi, ini rumahmu? Lihat saja! Kau tak akan bisa merebutnya dariku.”, evil smile lagi terukir di bibir penuhku.

>>> To Be Continued <<<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar